Jumat, 25 Mei 2012

Hanya pendapat tentang SPN 2011


                              image from : http://faisalsmn.wordpress.com/2011/09/30/sensus-pajak-nasional-spn/

Hanya untuk yang jujur
Sejak diterapkannya Self Assesment System dimana Wajib Pajak (WP) diberi kewenangan penuh untuk melaporkan dan menghitung pajak sendiri. Begitu juga dengan Sensus Pajak Nasional (SPN), hanya bedanya petugas pajak yang mendatangi WP untuk mengisi Formulir Isian Sensus (FIS).
SPN merupakan strategi mensiasati ketidakjujuran WP dengan diterapkannya Self Assesment System, untuk terhindar dari beban pajak atau sekedar memiliki NPWP.

Lebih disegani dan dihormati
Secara global SPN memberikan rasa berkeadilan dalam rangka pemenuhan kewajiban sebagai warga negara, yaitu taat pajak. Manfaat SPN yang bersifat instan adalah :
1.   Pemutakhiran data PBB dan non PBB;
2.   Penerbitan NPWP untuk penghasilan di atas PTKP dan belum memiliki NPWP;
3.   Pengukuhan PKP, untuk omset dalam tahun berjalan telah melebihi 600 juta rupiah;
4.   Penggalian potensi pajak, yaitu dari KMS, sewa tanah dan atau bangunan dan atas perolehan penghasilan;
5.   Pemenuhan kepatuhan Wajib Pajak, yaitu pelaporan SPT Tahunan;
6.   Pendataan harta kekayaan melalui pengamatan.
Satu tindakan dengan beragam fungsi menjadikan SPN suatu langkah cerdas, dengan meletakkannya pada Lembar Negara dengan menyandang sebutan Program Pemerintah, SPN semakin disegani dan dihormati.

Mau lebih, bekerjalah lebih
Ekstensifikasi
Kita sepakat kalau pemenuhan ekstensifikasi dapat terwujud dengan SPN. Karena memang tujuan pertama yang diemban juga adalah perluasan basis pajak (taxbase). Tindak lanjut SPN dengan penerbitan NPWP baiknya tetap memperhatikan dua faktor, yaitu :
1.   Selektif, karena dengan bercemin dari pengalaman PWPM terdapat satu subjek pajak memiliki dua NPWP yang berbeda. Seharusnya didukung dengan sistem filter melalui nama WP dan tanggal lahir, misalnya;
2.   Objektif, dengan tetap melihat bahwa apakah penghasilan yang disetahunkan telah di atas PTKP, untuk itu perlu dilakukan penghitungan yang disetahunkan baik secara manual dan akan lebih baik secara otomatis di dalam sistem. Karena memang komputerisasi untuk menghindari kesalahan dan membuat lebih efisien.

Pemutakhiran data
Karena sumber pendataannya adalah NOP PBB, sehingga sekaligus dapat berfungsi sebagai pendataan dan pemutakhiran data PBB, begitu juga dengan up date data identitas pada master file sistem perpajakan. Tentunya akan lebih mudah jika proses pencocokan, penambahan dan perubahan data tersebut tersistem secara otomatis.

Intensifikasi
Secara kasat mata adalah potensi PPN KMS dan PPh Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah dan atau bangunan, walaupun disayangkan FIS tidak memuat tahun mulai dibangunnya objek KMS tersebut, sehingga perlu komunikasi lebih lanjut untuk menentukan batasan luas yang terutang PPN KMS.
Pengamatan menurut saya tidak begitu bisa diandalkan, karena faktor singkatnya masa SPN sehingga keakuratan data hasil pengamatan terganggu. Untuk mengatasi tindakan pengamatan yang lemah tersebut, mungkin dapat ditambahkan kolom isian data kekayaan yang lazim saja, yaitu tanah, rumah dan kendaraan. Untuk selanjutnya dapat disandingkan antara besaran penghasilan dan nilai kekayaan tersebut.
Sebenarnya untuk subjek pajaknya adalah WP bendahara pemerintah, dapat didesain FIS yang memenuhi pengumpulan dan pemanfaatan data, antara lain identitas, jumlah pegawai, berapa yang sudah ber-NPWP, berapa penyerapan dananya, berapa penyetoran pajaknya, dan sebagainya.

Semangat dan harapan
Ibarat itik yang menetas dalam waktu yang sama, maka diberikan asupan gizi yang lebih untuk semua anak itik tersebut dan mengajarkannya bagaimana hidup sehat, sehingga si itik tahu dan sadar. Untuk nantinya dapat tumbuh sehat dan menghasilkan telur, bukan malah sakit dan mati. Walaupun memang untuk menghasilkan telur harus ada itiknya dulu, untuk dapat membayar pajak, ya harus ada NPWP dulu. Tinggal nanti bagaimana upaya keras kita untuk mewujudkan WP taat dan patuh pajak, itu tantangan selanjutnya.
Diperlukan peran pengawasan maksimal dari aparat pajak, pengawasan internal atas data yang terkait dengan WP itu sendiri maupun korelasinya (rekanan) serta data eksternal, antara lain dari media masa dan elektronik atau melalui lembaga atau organisasi yang mewadahi satu bidang usaha, misalnya GAPEKSI untuk usaha jasa konstruksi, REI untuk usaha real estate dan lainnya. Informasi lainnya dapat juga diperoleh dari WP yang memiliki hubungan istimewa, biasanya berbentuk grup atau bersifat saling keterikatan, misalnya WP “A” untuk grup usaha penambangan batu bara, perkebunan dan pengolahan sawit dengan WP “B”, dan sebagainya.
Yang terpenting adalah tersedianya data, proses pengumpulan data dan kemudahan akses pemanfaatan data tersebut, lalu terintegrasi dengan data internal tadi, maka itu adalah jurus pamungkas mengobati penyakit ketidakjujuran seperti yang telah dibahas di atas. Menurut saya seharusnya hal tersebut bersama kita kuatkan. Semoga penentu kebijakanpun berpihak dan berjuang murni untuk Indonesia yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 Easy Tax
Theme by Yusuf Fikri