image from : http://faisalsmn.wordpress.com/2011/09/30/sensus-pajak-nasional-spn/
Hanya untuk yang jujur
Sejak diterapkannya Self Assesment System dimana Wajib Pajak
(WP) diberi kewenangan penuh untuk melaporkan dan menghitung pajak sendiri.
Begitu juga dengan Sensus Pajak Nasional (SPN), hanya bedanya petugas pajak
yang mendatangi WP untuk mengisi Formulir Isian Sensus (FIS).
SPN merupakan strategi mensiasati
ketidakjujuran WP dengan diterapkannya Self
Assesment System, untuk terhindar dari beban pajak atau sekedar memiliki
NPWP.
Lebih disegani dan dihormati
Secara global SPN memberikan rasa
berkeadilan dalam rangka pemenuhan kewajiban sebagai warga negara, yaitu taat
pajak. Manfaat SPN yang bersifat instan adalah :
1.
Pemutakhiran
data PBB dan non PBB;
2.
Penerbitan
NPWP untuk penghasilan di atas PTKP dan belum memiliki NPWP;
3.
Pengukuhan
PKP, untuk omset dalam tahun berjalan telah melebihi 600 juta rupiah;
4.
Penggalian
potensi pajak, yaitu dari KMS, sewa tanah dan atau bangunan dan atas perolehan
penghasilan;
5.
Pemenuhan
kepatuhan Wajib Pajak, yaitu pelaporan SPT Tahunan;
6.
Pendataan
harta kekayaan melalui pengamatan.
Satu tindakan dengan beragam fungsi
menjadikan SPN suatu langkah cerdas, dengan meletakkannya pada Lembar Negara
dengan menyandang sebutan Program Pemerintah, SPN semakin disegani dan
dihormati.
Mau lebih, bekerjalah
lebih
Ekstensifikasi
Kita sepakat kalau pemenuhan
ekstensifikasi dapat terwujud dengan SPN. Karena memang tujuan pertama yang
diemban juga adalah perluasan basis pajak (taxbase).
Tindak lanjut SPN dengan penerbitan NPWP baiknya tetap memperhatikan dua
faktor, yaitu :
1.
Selektif,
karena dengan bercemin dari pengalaman PWPM terdapat satu subjek pajak memiliki
dua NPWP yang berbeda. Seharusnya didukung dengan sistem filter melalui nama WP
dan tanggal lahir, misalnya;
2.
Objektif,
dengan tetap melihat bahwa apakah penghasilan yang disetahunkan telah di atas
PTKP, untuk itu perlu dilakukan penghitungan yang disetahunkan baik secara
manual dan akan lebih baik secara otomatis di dalam sistem. Karena memang
komputerisasi untuk menghindari kesalahan dan membuat lebih efisien.
Pemutakhiran data
Karena sumber pendataannya adalah NOP
PBB, sehingga sekaligus dapat berfungsi sebagai pendataan dan pemutakhiran data
PBB, begitu juga dengan up date data
identitas pada master file sistem perpajakan. Tentunya akan lebih mudah jika
proses pencocokan, penambahan dan perubahan data tersebut tersistem secara
otomatis.
Intensifikasi
Secara kasat mata adalah potensi PPN
KMS dan PPh Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah dan atau bangunan, walaupun disayangkan
FIS tidak memuat tahun mulai dibangunnya objek KMS tersebut, sehingga perlu
komunikasi lebih lanjut untuk menentukan batasan luas yang terutang PPN KMS.
Pengamatan menurut saya tidak begitu
bisa diandalkan, karena faktor singkatnya masa SPN sehingga keakuratan data
hasil pengamatan terganggu. Untuk mengatasi tindakan pengamatan yang lemah
tersebut, mungkin dapat ditambahkan kolom isian data kekayaan yang lazim saja,
yaitu tanah, rumah dan kendaraan. Untuk selanjutnya dapat disandingkan antara besaran
penghasilan dan nilai kekayaan tersebut.
Sebenarnya untuk subjek pajaknya
adalah WP bendahara pemerintah, dapat didesain FIS yang memenuhi pengumpulan
dan pemanfaatan data, antara lain identitas, jumlah pegawai, berapa yang sudah
ber-NPWP, berapa penyerapan dananya, berapa penyetoran pajaknya, dan
sebagainya.
Semangat dan harapan
Ibarat itik yang menetas dalam waktu
yang sama, maka diberikan asupan gizi yang lebih untuk semua anak itik tersebut
dan mengajarkannya bagaimana hidup sehat, sehingga si itik tahu dan sadar.
Untuk nantinya dapat tumbuh sehat dan menghasilkan telur, bukan malah sakit dan
mati. Walaupun memang untuk menghasilkan telur harus ada itiknya dulu, untuk
dapat membayar pajak, ya harus ada NPWP dulu. Tinggal nanti bagaimana upaya
keras kita untuk mewujudkan WP taat dan patuh pajak, itu tantangan selanjutnya.
Diperlukan peran pengawasan maksimal
dari aparat pajak, pengawasan internal atas data yang terkait dengan WP itu
sendiri maupun korelasinya (rekanan) serta data eksternal, antara lain dari
media masa dan elektronik atau melalui lembaga atau organisasi yang mewadahi
satu bidang usaha, misalnya GAPEKSI untuk usaha jasa konstruksi, REI untuk
usaha real estate dan lainnya. Informasi lainnya dapat juga diperoleh dari WP
yang memiliki hubungan istimewa, biasanya berbentuk grup atau bersifat saling
keterikatan, misalnya WP “A” untuk grup usaha penambangan batu bara, perkebunan
dan pengolahan sawit dengan WP “B”, dan sebagainya.
Yang terpenting adalah tersedianya data, proses
pengumpulan data dan kemudahan akses pemanfaatan data tersebut, lalu terintegrasi
dengan data internal tadi, maka itu adalah jurus pamungkas mengobati penyakit
ketidakjujuran seperti yang telah dibahas di atas. Menurut saya seharusnya hal
tersebut bersama kita kuatkan. Semoga penentu kebijakanpun berpihak dan
berjuang murni untuk Indonesia yang lebih baik.